Ampas Teh

Catatan Dahlan Iskan-foto :disway.id-
Oleh :Dahlan Iskan
SUDAH lebih dua minggu saya di Tiongkok. Sudah delapan kota saya kunjungi. Baru sekali bertemu orang bule Amerika. Yakni sehabis sarapan pagi di Huhehaote –ibu kota provinsi Mongolia Dalam, tiga hari lalu.
"Dari negara bagian mana?" tanya saya.
"Minnesota," jawabnya. Cocok dengan postur tubuhnya, besar-tinggi.
Tidak banyak waktu untuk berbincang. Ia kelihatan buru-buru. "Ada proyek besar yang kami kerjakan," katanya. "Di bidang pembuatan keju," tambahnya. Lalu minta maaf. Dan pergi.
BACA JUGA:Powerful Kejagung
Ada lagi orang bule di hotel bintang lima ini. Ia dari dari Melbourne, Australia. Lalu ada satu lagi dari Australia Barat.
Mongolia Dalam memang terkenal sebagai penghasil susu, daging sapi, dan domba. Tidak aneh kalau ada proyek besar keju --terbuat dari susu.
Waktu nobar Liverpool di Shanghai saya lihat ada tiga bule. Saya ajak bicara sebentar. Ternyata dari Hongaria, Eropa Timur.
Beberapa kali juga saya bertemu bule tapi bule yang lain: bule Rusia. Agak sulit diajak bicara. Saya tidak bisa berbahasa Rusia --kecuali dua kata: horaso dan nema problema.
Di Tiongkok kini memang mulai ada toko-toko Rusia. Pun di pedalaman seperti Chongqing. Juga di beberapa bandara.
Dulu toko Rusia hanya ada di kota Harbin atau Heihe --yang memang dekat dengan Rusia. Rupanya hubungan baik Tiongkok-Rusia mulai masuk ke bidang ritel. Hubungan itu kian mesra sejak terjadi perang dagang Amerika-Tiongkok.
Minggu ini pun Presiden Xi Jinping ke Rusia lagi. Resminya untuk menghadiri peringatan kemenangan Rusia dalam Perang Dunia Kedua. Tapi yang lebih penting memperkuat hubungan ekonomi.
Awalnya Amerika seperti ingin "menceraikan" Rusia-Tiongkok. Presiden Donald Trump seperti ingin "merebut" Presiden Vladimir Putih dari genggaman Xi Jinping. Trump terlihat lebih memihak Rusia dalam perangnya lawan Ukraina.