Dedi Mulyadi Usulkan Vasektomi Jadi Syarat Bansos, Efektif atau Diskriminatif?

Dedi Mulyadi Usulkan Vasektomi Jadi Syarat Bansos, Efektif atau Diskriminatif-- Official iNews
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali mengemukakan usulan kontroversial dengan mewacanakan metode kontrasepsi pria atau vasektomi sebagai salah satu syarat wajib bagi warga prasejahtera penerima bantuan sosial (bansos).
Kebijakan ini bertujuan untuk menekan angka kemiskinan melalui pengendalian angka kelahiran.
Usulan ini disampaikan dalam program “iNews Today” pada 2 Mei 2025.
Dedi menyebut bahwa keluarga penerima bansos ke depan wajib terdaftar dalam program Keluarga Berencana (KB), dengan penekanan pada partisipasi laki-laki melalui prosedur vasektomi.
BACA JUGA:Aktivis Sebut Prabowo Telah Membuktikan Komitmen terhadap Kesejahteraan Buruh
Bantuan seperti beasiswa, pangan non-tunai, hingga bantuan kesehatan hanya akan diberikan kepada keluarga yang memenuhi syarat tersebut.
“Tujuan kami adalah memastikan masyarakat bisa hidup lebih layak dan sejahtera, dengan jumlah anggota keluarga yang sesuai kemampuan ekonomi mereka,” ujar Dedi.
Ia juga menambahkan bahwa selama ini beban KB lebih banyak ditanggung oleh perempuan, sehingga keterlibatan pria merupakan bentuk tanggung jawab moral terhadap keluarga.
Namun, usulan ini menuai respons beragam dari masyarakat dan para pengamat.
BACA JUGA:Gubernur Lemhanas Tak Sependapat Soal Pendidikan Militer Siswa Nakal Gagasan Dedi Mulyadi
Devi Rahmawati, pengamat sosial dari Universitas Indonesia, menilai bahwa meskipun niat kebijakan ini baik, pendekatan yang bersifat memaksa berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia.
“Jika vasektomi dijadikan syarat menerima bantuan, maka akan muncul tekanan sosial dan psikologis, terutama bagi kaum pria yang merasa identitas maskulinnya terganggu,” jelas Devi.
Ia menekankan bahwa program KB yang berhasil di negara lain seperti Iran dan Thailand justru berangkat dari edukasi dan partisipasi sukarela, bukan paksaan.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah melibatkan tokoh masyarakat, agama, dan budaya dalam menyosialisasikan pentingnya pengendalian kelahiran demi kesejahteraan keluarga.