Doa di Usia 40 Tahun

Doa Usia 40 Tahun.-Foto: net-

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - DALAM Islam,  usia 40 tahun adalah usia yang istimewa dan mengandung banyak rahasia maupun hikmah. Beberapa orang bahkan meyakini bahwa apa yang telah dicapai atau dialami pada usia 40 tahun akan menentukan nasib seseorang, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.

Nabi Muhammad ﷺ diangkat menjadi rasul pada usia 40 tahun, yang dianggap sebagai tanda kematangan spiritual dan fisik.

Ada beberapa doa yang dianjurkan bagi orang-orang sudah berusia di atas 40 tahun.

Rabbi auzi’nī an asykura ni’matakallatī an’amta ‘alayya wa ‘alā wālidayya wa an a’mala ṣāliḥan tarḍāhu wa aṣliḥ lī fī żurriyyatī, innī tubtu ilaika wa innī minal-muslimīn

“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”(QS: al-Ahqaf: 15).

Doa usia 40 tahun di atas mirip dengan doa Nabi Sulaiman yang tersebut dalam firman Allah,

Fa tabassama ḍāḥikam ming qaulihā wa qāla rabbi auzi’nī an asykura ni’matakallatī an’amta ‘alayya wa ‘alā wālidayya wa an a’mala ṣāliḥan tarḍāhu wa adkhilnī biraḥmatika fī ‘ibādikaṣ-ṣāliḥīn

“Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh“.” (QS: an-Naml: 19)

Diantara persamaan kedua doa di atas, adalah sebagai berikut:

Doa Usia 40 Tahun

Doa Nabi Sulaiman

Bagikan Rasa Syukur

“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku.”

(1) Doa di atas menunjukkan beberapa hal, diantaranya:

(a) mengakui Allah sebagai pencipta dan pengatur alam semesta.

(b) menunjukkan bahwa rasa syukur itu tidak bisa didapat oleh seseorang dengan sendirinya, tetapi harus meminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ini dikuatkan dengan firman Allah,

“Hanya kepada Engkau kami menyembah, dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan.” (QS: al-Fatihah: 4)

(2) Untuk menyembah Allah, seseorang tidak bisa hanya mengandalkan kekuatannya sendiri. Tetapi harus meminta pertolongan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Ini dikuatkan dengan hadits Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

”Ya Allah, tolong kami untuk selalu menyebut nama-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah yang baik untuk-Mu.” (Hadits Shahih. HR. Abu Daud, an-Nasai, dan Ahmad)

(3) Al-Baghawi di dalam Ma’alim at-Tanzil (4/195) menyebutkan bahwasanya Abu Bakar ash-Shiddiq menjadi teman Nabi Muhammad ﷺ ketika beliau berumur 18 tahun, sedangkan Rasulullah berumur 20 tahun. Di saat keduanya melakukan perjalanan dagang ke Negeri Syam. Ketika beliau berusia 40 tahun dan diberitahu bahwa Nabi Muhammad diangkat menjadi nabi maka beliau langsung beriman kepadanya, dan berdoa kepada Allah,

“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku.”

Bagikan Rasa Syukur

(1) (أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ) salah satu ibadah yang utama bagi seorang muslim adalah mensyukuri nikmat Allah. Buktinya, mensyukuri nikmat banyak disebut di dalam al-Qur’an dalam bentuk positif, seperti: di dalam doa orang-orang shalih, pujian kepada yang orang yang bersyukur, celaan kepada orang yang mengkufuri nikmat, dan lain-lainnya.

(2) Di antara keutamaan bersyukur adalah sebagai berikut;

Hikmah yang diberikan kepada Luqman al-Hakim adalah bersyukur (QS: 31: 12)

Pujian Allah kepada Nabi Nuh sebagai hamba yang bersyukur (QS: 17: 3)

Pujian Allah kepada Nabi Ibrahim sebagai hamba yang bersyukur (QS: 16: 120-128)

Celaan kepada orang yang mengkufuri nikmat (QS: 14: 34)

(3) (أَنْعَمْتَ عَلَيَّ) Nikmat terbagi menjadi dua macam:

Nikmat dunia, berupa: harta, jabatan, anak, istri, fasilitas, popularitas, dan sebagainya.

Nikmat agama, seperti: Islam, iman, ihsan, ilmu, takwa, segala bentuk ketaatan, ketenangan jiwa, kepuasan batin, hidup bahagia, kedekatan dengan Allah subhanahu wa ta’ala.

Kedua nikmat di atas teringkas dalam firman-Nya,

الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

“Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang.” (QS: al-Fatihah: 3)

Ar-Rahman artinya Maha Pengasih, yang memberikan materi kepada seluruh makhluk, manusia, hewan dan tetumbuhan. Materi untuk manusia berupa makanan dan minuman, harta dan jabatan, serta fasilitas hidup yang lain.

Ini berlaku umum bagi orang kafir dan mukmin, bagi orang baik maupun jahat. Untuk hewan, materi berupa makanan dan minuman, insting, kemampuan untuk mempertahankan diri dan reproduksi.

Untuk tetumbuhan, materi berupa kemampuan berkembang dan berbuah. Proses pemberian materi kepada tiga makhluk hidup di atas, teringkas di dalam firman-Nya,

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى (1) الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى (2) وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى (3) وَالَّذِي أَخْرَجَ الْمَرْعَى (4) فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى (5)

“Memujilah dengan nama Tuhanmu yang Maha Tinggi. Yang menciptakan dan menyempurnakan (ciptaan-Nya). Yang menetapkan segala sesuatu dan memberikan petunjuk. Yang mengeluarkan rerumputan, dan menjadikannya kering kerontang.” (QS: al-A’la: 1-5)

Makna (فَهَدَى) pada ayat di atas adalah memberikan petunjuk kepada seluruh makhluk untuk mempertahankan diri dan berkembang biak.

Setiap makhluk yang Allah ciptakan akan diberikan kemampuan untuk mencari makan sesuai dengan karakter masing-masing, dan kemampuan berkembang biak tanpa berkonsultasi ke dokter.

Adapun Ar-Rahim adalah Maha Penyayang, yang khusus menyayangi hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya. Allah berikan kepada mereka kebahagiaan hidup, ketenangan batin, kepuasan hati, kedekatan dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Ini hanya diberikan kepada orang-orang beriman.

Dalil bahwa nikmat yang lebih dominan dari kedua nikmat di atas adalah nikmat agama, yaitu firman Allah,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS: an-Nisa: 69)

Ayat di atas menunjukkan bahwa yang diberikan nikmat oleh Allah ada empat golongan, yaitu: para nabi, para shidiqin, para syuhada, dan para shalihin. Sebagaimana kita ketahui mereka tidak semuanya kaya dan memiliki jabatan.

Bahkan sebagian besar dari mereka hidup sederhana dan menjadi rakyat biasa. Tetapi Allah menyebutkan bahwa mereka mendapatkan nikmat, berarti yang dimaksud nikmat tersebut adalah nikmat hidayah, iman, takwa dan kebahagiaan hidup.

Hikmah dari ayat di atas

Para ulama menjelaskan bahwa doa di atas ditujukan untuk orang-orang yang memasuki usia 40 tahun. Ini dijelaskan pada firman Allah sebelumnya,

حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً

“Sampai ketika dia dewasa dan mencapai usia 40 tahun.” (QS: al-Ahqaf: 15)

Apa Rahasia di Balik Usia 40 tahun?

Jawabannya sebagai berikut:

(1) Para nabi diangkat oleh Allah subhanahu wa ta’ala pada usia 40 tahun. Karena pada usia tersebut jiwa seseorang sudah matang, sehingga siap menerima tugas risalah dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Berkata Ibnu Katsir di dalam Tafsir al-Qur’an al-’Adhim (7/280), “Umur 40 tahun adalah umur dimana akal seseorang menjadi sempurna, pemahamannya lebih matang dan cenderung lebih bijak.”

(2) Seseorang yang sudah berumur 40 tahun, biasanya karakternya sudah tidk berubah lagi, dia akan menjadi orang yang istiqamah pada jalannya. Berkata Ibnu Katsir di dalam Tafsir al-Qur’an al-’Adhim (7/280), “Biasanya orang yang sudah berumur 40 tahun tidak berubah lagi karakternya.”

(3) Diriwayatkan dari al-Qasim bin ‘Abdurrahman bahwa ia bertanya kepada Maruq, “Kapan seseorang dihukum karena dosa-dosanya?” Beliau berkata, “Jika anda sudah sampai umur 40 tahun, maka berhati-hatilah.”

(4) Berkata al-Hajaj bin ‘Abdullah al-Hakami, salah satu Amir bani Umayah di Damaskus, “Saya meninggalkan maksiat dan dosa selama 40 tahun karena malu kepada masyarakat. Setelah itu, saya meninggalkan maksiat dan dosa, karena malu kepada Allah.”

(5) Orang Barat menganggap usia 40 tahun sebagai permulaan hidup yang hakiki. Walter B. Pitkin mengarang buku Life Begins at Forty (Amazon, 1932). (net)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan