Ini Dalil yang Dipakai 4 Mahasiswa UIN untuk Memenangkan JR Presidential Threshold

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan penghapusan presidential threshold (PT) dari 20 persen yang diajukan oleh mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.-Foto: net-

YOGYAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta berhasil memenangkan judicial review (JR) terhadap ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold di Mahkamah Konstitusi (MK).

MK mengabulkan permohonan perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

JR tersebut terkait dengan ambang batas bagi partai politik untuk mengusung pasangan calon presiden sebagaimana tertuang dalam Pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona yang menjadi salah satu ahli dalam JR tersebut mengungkapkan dalil yang diajukan oleh keempat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

"Permohonan muncul dari mereka sendiri. Di dalam perjalanannya, mereka minta saya jadi ahli. Saya lihat juga permohonannya dan keterangan ahli saya memperkuat dalil-dalil yang sudah disusun oleh empat mahasiswa itu," ujar Yance.

Menurut Yance, dalil utama yang diajukan empat mahasiswa tersebut adalah bahwa aturan ambang batas pencalonan presiden selama ini telah menciptakan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

Aturan itu dinilai bertentangan dengan moralitas dan rasionalitas yang adil, serta hanya menguntungkan partai-partai besar.

"Dalil mereka yang paling kuat adalah meminta MK meninjau ulang bahwa presidential threshold sebagai open legal policy ternyata telah menimbulkan ketidakadilan yang intolerable, bertentangan dengan moralitas dan rasionalitas yang adil," jelas Yance.

Menurut dia, dalil yang diajukan mahasiswa tersebut tidak hanya mencerminkan kekhawatiran terhadap kondisi demokrasi saat ini, tetapi juga menawarkan solusi untuk membuka ruang politik yang lebih inklusif.

Sebagai ahli, Yance mengaku hanya memberikan pengayaan terhadap argumentasi yang mereka ajukan.

"Keterangan ahli saya memberikan pengayaan, ilustrasi, perbandingan, dan secara teoretis untuk memperkuat yang mereka sampaikan di dalam permohonan di MK," ujar dia.

MK, lanjut Yance, kemudian mengabulkan permohonan tersebut karena pasal dalam Undang-Undang Dasar (UUD) NRI 1945 juga tidak mengatur adanya ambang batas pencalonan presiden.

"Putusan ini lahir karena ada kekhawatiran juga selama ini karena ada monopoli pencalonan presiden yang dilakukan oleh partai-partai besar sehingga jumlah kandidat kita makin lama makin kurang," ucapnya.

Ia menambahkan bahwa MK pun melihat adanya desain politik yang mengarah pada pembatasan jumlah kandidat calon presiden.

"Bahkan MK menilai ada desain supaya kandidatnya jadi dua saja. Jangan-jangan nanti bahkan bisa ada calon tunggal," ujar Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan Hak Asasi Manusia UGM ini.

Pasal tersebut sudah 32 kali diuji di MK, tetapi hakim-hakim lembaga peradilan itu selalu menolak permohonan para pemohon.

Namun, MK memberikan pertimbangan berbeda pada gugatan ke-33 dengan menghapus ambang batas minimal 20 persen perolehan kursi di DPR dan 25 persen suara sah untuk mencalonkan pasangan capres sebagaimana tertuang dalam Pasal 222 UU Pemilu.

Dengan dibatalkannya norma tersebut, kini setiap partai politik memiliki kesempatan untuk mengusung pasangan calon presiden pada Pemilu 2029. (jp)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan