Kurikulum Merdeka, Ajak Murid Berguru pada Alam dan Lokalitas
--
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Potret Cerita Kurikulum Merdeka yang digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) adalah ajang bagi para guru untuk menyuarakan semangat belajar dalam menerapkan Kurikulum Merdeka melalui cerita praktik pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna di media sosial. Potret Cerita Kurikulum Merdeka juga memberikan kesempatan kepada pendidik untuk berbagi pengalaman dan metode pembelajaran inovatif mereka sehingga diharapkan dapat menginspirasi komunitas pendidikan lainnya. Tahun ini, 24 karya terpilih berupa foto dan video dalam kategori Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang dapat diakses melalui https://feskurmer.kemdikbud.go.id.
Salah satu karya yang ditampilkan adalah video berjudul "Belajar dari Alam" karya Ni Luh Desy Dwi Anike Dhamayanti, guru geografi kelas 10 di SMA Negeri 2 Banjar, Buleleng, Bali. Dalam video tersebut, Ibu Desy memperlihatkan aktivitas pembelajaran murid di luar kelas melalui proyek penelitian terkait pelajaran geografi dengan pendekatan ekoliterasi. Desy menyatakan bahwa metode belajar seperti ini sangat efektif karena murid dapat mengalami secara langsung subjek yang sedang mereka pelajari.
"Saat saya mengajak murid terlibat dalam proyek penelitian, mereka merasa tugas tersebut terlalu sulit sehingga perlu ada perubahan cara pandang dan metode belajar. Saya kemudian memperkenalkan pembelajaran di luar kelas. Metode ini sangat efektif karena membuat murid lebih aktif dan antusias, serta memberi mereka pengalaman nyata di lapangan, menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan," jelas Desy.
Desy menjelaskan bahwa metode yang ia terapkan itu merujuk dari konsep pembelajaran berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka. Konsep ini menekankan pentingnya menghadirkan lingkungan belajar yang mendukung bagi murid, sehingga ruang belajar murid tidak terbatas di dalam kelas saja, melainkan guru dapat memperkaya proses belajar murid di lingkungan sekitarnya.
“Dari Kurikulum Merdeka ini saya sadar bahwa ruang pembelajaran murid dapat dilakukan di luar kelas maupun area sekitar sekolah. Sebagai guru pengampu mata pelajaran geografi, saya mengambil cakupan terdekat yaitu alam sekitar sekolah agar kelak para murid nantinya memiliki kepedulian terhadap lingkungan,” imbuh Desy. Simak selengkapnya belajar dari alam dengan pendekatan ekoliterasi yang dilakukan Desy melalui tautan berikut https://feskurmer.kemdikbud.go.id/kategori/pendidik-dan-tenaga-kependidikan/ni-luh-desy-dwi-anike-dhamayanti.
Karya lain yang menggambarkan kegembiraan belajar di luar kelas adalah milik Chentrika Matrella Swasti dari UPT SMP Negeri 1 Sangalla, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Karyanya berjudul "Kearifan Lokal Toraja" memperlihatkan keseruan ketika ia mengajak para muridnya ke kompleks budaya Rumah Tongkonan dalam kegiatan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Chentrika menjelaskan bahwa ia memilih tema kearifan lokal karena daerahnya kaya akan budaya yang perlu dilestarikan.
“Kami memilih tema kearifan lokal karena Toraja memiliki kekayaan budaya dan adat istiadat yang luar biasa. Dalam kegiatan P5 ini, kami mengangkat tema Kearifan Lokal dengan mengajak murid untuk mengenal ukiran-ukiran Toraja yang ada di rumah adat kami, sehingga mereka dapat memahami makna dari setiap ornamen yang ada,” ujar Chentrika.
Chentrika menyebut bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melatih murid agar berani bertanya kepada narasumber, menggali informasi, dan kemudian menjelaskan kembali berdasarkan pemahaman mereka. “Profil Pelajar Pancasila mengajarkan murid untuk berpikir kritis dan kreatif, berani mencari dan mengolah informasi, serta mampu menceritakan kembali apa yang diketahui yang nantinya dapat saling bertukar informasi dengan temannya,” tambah Chentrika. Simak selengkapnya praktik nyata penguatan karakter murid yang dilakukan oleh Chentrika dengan tema kearifan lokal melalui tautan berikut https://feskurmer.kemdikbud.go.id/kategori/pendidik-dan-tenaga-kependidikan/chentrika-matrella-swasti.
Keseruan belajar tidak hanya terjadi di luar kelas, tetapi juga bisa terjadi di dalam kelas. Hal ini terlihat dalam karya video berjudul “Prasmanan Bakso dan Stupa Prestasi” milik Fajriyatun, Guru IPS di SMP Negeri 1 Purwanegara, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Bu Fajrin, begitu sapaan akrabnya, menceritakan video karyanya tersebut mengenai Asesmen Formatif yang dikemas secara unik dan menarik.
“Selama ini Asesmen Formatif yang saya jalani dengan teman-teman hanya berupa checklist, observasi, wawancara sedikit atau latihan soal. Saya mencoba membuat asesmen formatif dengan media bernama Prasmanan Bakso,” imbuh Fajriyatun.
Fajriyatun menjelaskan bahwa nama Prasmanan Bakso sendiri terdiri dari kata “Prasmanan” yang artinya mengambil sendiri sesuai dengan pilihan, sementara “Bakso” sendiri adalah singkatan dari tebak soal. Dalam aktivitas, ini murid boleh mengambil soal sesuai dengan pilihan mereka yang mana soal-soal tersebut dibuat dengan tingkatan kesulitan yang berbeda.
“Prasmanan bakso ini terbuat dari gambar mangkok yang saya cetak dan potong menjadi puluhan, lalu ditempel di kertas manila. Saya membuat banyak soal dengan tingkatan berbeda untuk mengukur kesulitan sekaligus membantu murid mengungkapkan hambatan yang mereka hadapi. Soal-soal ini diacak dan dimasukkan ke dalam mangkok bakso yang ditempel di papan tulis yang nantinya bebas dipilih oleh murid sesuai dengan tingkat kemampuan mereka," terang Fajriyatun.
Selain Prasmanan Bakso, metode lain yang digunakan adalah Stupa Prestasi. Stupa ini terbuat dari magnet negatif sebagai bentuk apresiasi bagi murid yang berhasil menjawab pertanyaan dari Prasmanan Bakso. “Saya memberikan bendera dengan magnet positif kepada murid yang berhasil menjawab, sehingga bendera tersebut dapat ditempel pada stupanya. Anak yang belum berhasil akan diberikan bendera dengan magnet negatif, sehingga tidak dapat ditempel,” jelas Fajriyatun.
Menurut Fajriyatun, metode ini sangat berbeda dan menyenangkan dalam melakukan asesmen formatif kepada murid. Selain mendapatkan umpan balik dan refleksi terhadap kesulitan materi pembelajaran, metode ini juga menumbuhkan kepedulian di antara murid, dengan mendorong mereka untuk membantu teman-temannya yang belum bisa mengerjakan soal.
“Asesmen formatif ini benar-benar berbeda dan menyenangkan; para murid terlihat sangat bahagia. Mereka tidak tegang dalam menyelesaikan soal. Tujuannya tetap sama, yaitu mengukur kemampuan murid dan mendorong kolaborasi antar teman, baik yang sudah bisa mengerjakan soal maupun yang belum. Jika asesmen bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan, mengapa tidak,” terang Fajriyatun. Simak keseruan asesmen formatif yang dilakukan Fajriyatun di pelajaran IPS melalui tautan berikut https://feskurmer.kemdikbud.go.id/kategori/pendidik-dan-tenaga-kependidikan/fajriyatun-s-pd.
Karya Potret Cerita Kurikulum Merdeka tidak hanya menampilkan momen terbaik yang tertangkap oleh kamera. Di balik setiap gambar, terdapat makna mendalam dan cerita inspiratif yang menunjukkan semangat belajar dan kreativitas yang tinggi. Seluruh karya dan praktik nyata pembelajaran dari para guru dapat diakses melalui tautan berikut https://feskurmer.kemdikbud.go.id/kategori/pendidik-dan-tenaga-kependidikan. (net)