Burhanuddin Bawa Kejaksaan Mencapai ke Era Keemasan, Koruptor Gencarkan Serangan
--
JAKARTA - Praktisi hukum Harsya Wardhana mengecam serangan hoaks terhadap Jaksa Agung ST Burhanuddin yang muncul di tengah tingginya kepercayaan publik ke Korps Adhyaksa.
Menurutnya, Kejaksaan Agung RI tengah berada di era keemasan berkat capai-capain kinerja yang lebih baik dari lembaga penegak hukum lainnya.
Dia mengingatkan bahwa di era Burhanuddin, Kejagung berhasil membongkar korupsi kelas kakap dan menyelamatkan kerugian negara hingga puluhan triliun rupiah.
"Faktanya, Kejagung sekarang ini punya prestasi terbaik dibanding periode-periode sebelumnya. Koruptor tak ada kapoknya, terus cari cara tumbangkan Jaksa Agung," kata Harsya, Kamis (9/11).
Dia menilai kejaksaan di bawah komando Burhanuddin adalah yang paling galak kepada koruptor.
Perkara-perkara yang melibatkan pejabat negara seperti menteri, anggota BPK, anggota DPR diusut tuntas tanpa pandang bulu.
Kejagung bahkan berani menerapkan ancaman hukuman mati kepada pelaku tindak pidana korupsi, seperti pada perkara ASABRI dan Jiwasraya waktu itu.
"Kasus-kasus itu tak mudah, melibatkan pejabat negara, politisi, pengusaha. Tapi Kejaksaan Agung berhasil membongkar dan berhasil meyakinkan hakim bahwa ada pihak yang bersalah," ujarnya.
Pada sisi lain, Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum secara terukur, transparan, dan humanis menerapkan restorative justice untuk kasus tertentu di tengah masyarakat demi menghadirkan keadilan.
"Tapi untuk kejahatan yang libatkan pejabat negara seperti korupsi tak ada ampun, dilibas. Tajam ke atas, humanis ke bawah," ungkapnya.
Harsa membeberkan prestasi Jaksa Agung dalam hal penyelamatan keuangan negara melalui penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Pada 2022 lalu, Kejagung menyelamatkan keuangan negara senilai Rp 21 triliun pada tahap penyidikan dan penuntutan.
Sedangkan pada 2021, Kejagung berhasil mengungkap sejunlah kasus dugaan korupsi kakap.
Misalnya, korupsi pengelolaan dana keuangan di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT ASABRI (Persero) yang merugikan keuangan negara hingga hampir Rp 50 triliun.
"Jadi tidak hanya menangkap koruptor, tapi juga bagaimana menyelamatkan kerugian negara," pungkas Harsa. (jp)