Lanskap Ancaman Siber Indonesia Makin Kompleks

Sabtu 26 Jul 2025 - 23:49 WIB

JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Ensign InfoSecurity merilis Laporan Lanskap Ancaman Siber (Cyber Threat Landscape Report) 2025 yang mengungkap, terjadi peningkatan gerakan ekonomi siber bawah tanah.

Terjadi juga peningkatan faktor kerentanan dalam rantai pasok sistem keamanan siber pada berbagai sektor industri di kawasan Asia Pasifik sepanjang tahun 2024.

Khusus untuk Indonesia, laporan tersebut menyoroti bagaimana kelompok hacktivist berevolusi, baik dari segi skala maupun kemampuan, yang dipicu oleh meningkatnya kolaborasi antarpelaku di gerakan ekonomi siber bawah tanah.

Laporan tersebut juga menyoroti bagaimana para pelaku serangan siber mulai berkomplot bersama kelompok hacktivist dan pelaku kejahatan terorganisir, guna meningkatkan kemampuan mereka dalam mendanani kampanye serangan siber yang berbasis ideologi.

Laporan itu memberikan gambaran komprehensif tentang lanskap ancaman siber yang terus berkembang, termasuk temuan tentang bentuk kolaborasi antara para pelaku ancaman siber.

Head of Consulting, PT Ensign InfoSecurity Indonesia, Adithya Nugraputra mengatakan, perubahan bentuk gerakan hacktivisme menandai pergeseran serangan siber yang awalnya murni didorong oleh idelogi, menjadi sebuah kejahatan yang termotivasi oleh keinginan untuk memperoleh imbalan finansial.

"Gerakan siber bawah tanah kini semakin memicu adanya persaingan sekaligus kolaborasi antar pelaku, sehingga meningkatkan efektivitas serta tingkat keberhasilan serangan mereka," Adithya Nugraputra kepada awak media, baru baru ini.

"Kelompok-kelompok gabungan ini, ditambah dengan meluasnya tingkat kerentanan dalam rantai pasok sistem keamanan siber, menjadikan para pelaku kejahatan siber, seperti hacktivist, menjadi lebih kuat, gigih, dan sulit untuk dilumpuhkan," sambungnya.

Sementara itu, industri yang paling ditarget serangan siber di Indonesia di tahun 2024 masih relatif sama dengan tahun sebelumnya.

Yakni, sektor teknologi, media dan telekomunikasi (TMT), kemudian sektor keuangan, perbankan, dan asuransi, serta layanan publik.

Di sisi lain, sektor perhotelan (hospitality) muncul sebagai sasaran baru bagi para pelaku serangan siber.

Terkait bentuk serangan siber yang terjadi selama periode tersebut, ternyata hampir setengahnya berupa denial-of-service, diikuti dengan kebocoran data yang berkontribusi sekitar 25 persen dari jenis serangan.

"Kami melihat banyaknya organisasi di Indonesia yang mengalami peretasan tanpa sepengetahuan mereka, Seiring dengan percepatan transformasi digital, pelaku kejahatan siber menjadi semakin canggih, ditambah lagi dengan adopsi kecerdasan buatan (AI) yang memperkuat kemampuan mereka," tutur Adithya Nugraputra.

Oleh karena itu, menurutnya, organisasi tidak lagi bisa beranggapan bahwa sistem keamanan mereka sudah memadai.

Dia menilai perlu adanya pemeriksaan ulang sistem keamanan secara berkala.

Kategori :