Dia menyayangkan pihak-pihak yang diduga mendukung nepotisme politik itu menganggap kekhawatiran masyarakat soal cacatnya demokrasi itu biasa dan cenderung menjadikannya sebuah candaan semata.
“Misalnya mereka bilang tidak usah didengar, jogetin saja. Kemudian muncul istilah lelucon Samsul (asam sulfat) mereka menganggap semua, tidak lebih dari sekadar lelucon,” ujar Ray.
Ray turut menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang berupaya melanggengkan kekuasaan atau nepotisme.
Padahal, Jokowi tidak pernah berkeringat untuk reformasi, malah berkhianat terhadap cita-cita reformasi yang ingin menjauhkan dari nepotisme.
“Jokowi malah mengorbankan demokrasi demi kepentingan keluarganya,” pungkasnya.
Turut hadir pula sebagai narasumber, Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti dan Peneliti Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati. (jp)