Semangat Menyambut Ramadhan

Kamis 20 Feb 2025 - 23:21 WIB

“Sesungguhnya Allah telah menjadikan Ramadhan sebagai arena perlombaan bagi makhluk-Nya untuk berlomba dalam ketaatan kepada-Nya. Maka ada kaum yang berlomba-lomba hingga menang dan ada pula yang tertinggal hingga merugi.” (Muhammad Abul Abbas, Al-Kaamil fi al-Lughah wa al-Adab, 2004: I/85)

Hal ini mengingatkan kita bahwa Ramadhan bukan sekadar bulan untuk menahan lapar dan dahaga, tetapi juga bulan untuk meningkatkan ibadah, menahan hawa nafsu, dan memperbanyak amal kebaikan.

Tradisi Kesenian dalam Menyambut Ramadhan

Dalam sastra Arab klasik, banyak ditemukan ungkapan-ungkapan indah dalam bentuk puisi dan prosa untuk menyambut Ramadhan. Salah satu contohnya adalah ungkapan dari penyair Andalusia, Ibnu Hamadis Ash-Shiqilli, yang berkata:

واقتَضَى الشَّهرُ من مَعَالِيكَ صُنْعَاً

مُعْلِياً مِنْهُ هِمّةً باهتِمَامِ

صُمْتَ للهِ صَوْمَ خَرْقٍ هُمَامٍ

 مُفِطِّر الكَفايا بالعَطايا الجِسَامِ

أطلعَ اللهُ للصِيامِ هِلالاً

ولنـا مِنْ عُلاَكَ بَـدْرَ تَمَامِ

“Bulan (Ramadhan) ini menuntut dari ketinggianmu sebuah tindakan, Meninggikan semangat dengan penuh perhatian. Engkau berpuasa untuk Allah dengan puasa yang penuh keberanian, Memberi makan kepada yang membutuhkan dengan pemberian yang besar. Allah telah menampakkan hilal untuk puasa, Dan bagi kita dari keagunganmu adalah bulan purnama yang sempurna.”

Selain itu, penyair Ibn Darraj Al-Qasthalli menulis puisi untuk mengucapkan selamat datang kepada Ramadhan, menyatakan bahwa bulan suci ini menjadi saksi di hadapan Allah bahwa penerima puisi ini adalah orang yang berbakti dalam berpuasa dan mendapat pahala dari Allah. Ia menekankan bahwa usaha dan kesabaran dalam berpuasa akan mendapatkan balasan yang baik dan diterima oleh Allah.

Tamim bin Al-Mu’izz juga menulis puisi yang mengucapkan selamat datang kepada bulan Ramadhan, menegaskan bahwa puasa adalah kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah atas setiap Muslim. Ia mengungkapkan bahwa cinta dan kasih sayang kepada penerima puisi adalah seperti kewajiban puasa, yakni berdasarkan kebenaran, bukan ilusi.

Seorang penyair lainnya mengirim beberapa bait puisi kepada temannya untuk menyambut Ramadhan. Dalam puisinya, ia menggambarkan bagaimana bulan puasa datang dengan keberkahan, menghiasi istana temannya, dan menyambut tamu dengan meja-meja yang terisi penuh.

Syair ini mencerminkan kebahagiaan dan kemuliaan dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Dari sini kita bisa melihat bagaimana para penyair dan sastrawan memandang bulan Ramadhan sebagai waktu yang penuh makna dan keberkahan.

Semangat menyambut Ramadhan harus senantiasa dijaga dengan penuh kegembiraan, bukan hanya secara fisik tetapi juga secara spiritual. Tradisi mengucapkan selamat dan doa, memperbanyak ibadah, serta meneladani para ulama dan sastrawan dalam menggambarkan keindahan bulan ini, adalah bagian dari semangat menyambut Ramadhan. (net)

Kategori :