Kwik saat itu terpaksa pindah ke Surabaya. Ia terpilih sebagai ketua umum Persatuan Pelajar SMA Tionghoa se-Indonesia. Namanya Chung Hsieh Hsieh Sheng Kien He Hui. Disingkat menjadi Chung Lien Hui.
Nama itu lantas diganti menjadi Perhimpunan Pelajar Sekolah Menengah Indonesia atau PPSMI. Hanya Tionghoa WNI yang boleh jadi anggota. WN asing hanya boleh jadi anggota istimewa tanpa hak suara
Sekjen terpilihnya anak Surabaya. Ia tidak mungkin mondar-mandir. Transportasi saat itu tidak semudah sekarang.
Di Surabaya ia tidak mendapatkan SMA yang cocok. Maka ia mengajak satu yayasan Tionghoa untuk mendirikan SMA baru. Ia cari guru-guru terbaik. Sekolah itu diberi nama SMA Erlangga. Di Kaliasin.
Kwik menjadi siswa SMA kelas tiga di situ. Sekaligus pengurusnya. "Tiap bulan saya yang memikirkan gaji gurunya," katanya tergelak-gelak.
Tamat SMA, Kwik ke Jakarta. Kuliah di Universitas Indonesia. Tiga bulan di UI ia ke Belanda. Kakaknya sekolah di sana. Si kakak lagi sakit. Kwik harus menemani di RS selama sembilan bulan –sampai si kakak meninggal dunia.
Selama menunggu kakak itulah Kwik ditanya mau kuliah di mana.
"Cita-cita saya kuliah di London School of Economic. Di Inggris," jawabnya.