Tafsir Iqra

Senin 18 Nov 2024 - 22:17 WIB

Oleh: Dahlan Iskan

SENJA sudah lewat ketika saya tiba di Hartford. Udara sudah turun lagi jadi empat derajat. Saya langsung ke rumah Daeng. Akan ada diskusi dengan mahasiswa asal Indonesia di rumah itu.

Istri Daeng ternyata sudah masak. Ikan bakar dan sambal terasi. Juga ada sambal pencit. Masih ada lagi: soto ayam. Bisa dimakan dengan nasi atau mie dan bihun.

Saya pilih soto dulu. Sedikit. Berkuah. Panas. Di udara dingin. Ternyata sedap. Saya tambah lagi. Sedikit. Sambil melirik ikan bakar. Itu untuk tambah yang kali ketiga.

Rumah kayu ini dua lantai. Tambah satu basement. Lantai pertamanya sejajar dengan jalan: untuk ruang tamu berseparo dengan dua meja belajar. Meja besar untuk Daeng. Sekalian meja kerja. Ada laptop terbuka di atasnya. Meja kecil untuk belajar anaknya: putri. Masih kecil. Mungkin kelas 1 SD.

BACA JUGA:Medali Debat

Lalu ada ruang makan di sebelah ruang tamu. Dapurnya di belakang tempat makan itu.

Tidak ada sekat antara ruang tamu, ruang belajar dan ruang makan. Sofa diminggirkan. Bisa menampung 15 orang. Lesehan. Lantai kayu terasa hangat. Apalagi dilapisi karpet.

"Dari PTIQ," seorang mahasiswa membuka pintu, mengenalkan diri dan menyalami saya.

"Dari PTIQ," kata mahasiswa berikutnya.

BACA JUGA:Pemerintahan Sederhana

"Dari PTIQ," giliran mahasiswi berjilbab mengenalkan diri.

"Dari PTIQ," kata jilbab lainnya.

Dan lainnya lagi.

"Dari teknik mesin ITB," giliran yang lebih senior mengenalkan diri.

Kategori :

Terkait

Jumat 04 Jul 2025 - 21:11 WIB

QRIS Pungky

Kamis 03 Jul 2025 - 22:12 WIB

Asli ITB

Rabu 02 Jul 2025 - 21:37 WIB

Dag-dig-dug Danantara

Selasa 01 Jul 2025 - 21:04 WIB

Garuda Danantara

Senin 30 Jun 2025 - 21:19 WIB

Bintang Empat