RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Sepanjang pekan ini, rupiah menunjukkan tren negatif di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), dengan penurunan sebesar 1,13% secara point-to-point (ptp).
Pada perdagangan Jumat, 25 Oktober 2024, rupiah ditutup melemah 0,39% di level Rp 15.635 per dolar AS.
Penurunan ini menandai kembalinya rupiah ke level psikologis Rp 15.600, yang terakhir kali tercatat pada pertengahan Agustus lalu.
Namun, bukan hanya rupiah yang terpuruk; seluruh mata uang Asia juga mengalami tekanan yang serupa.
BACA JUGA:Grafik Harga Emas Antam! Selisih Rp 150.000 per Gram pada 27 Oktober 2024
Hanya beberapa mata uang seperti rupee India dan dolar Taiwan yang menunjukkan koreksi yang relatif kecil. Kekuatan dolar AS dapat dilihat dari penguatan indeks dolar yang melonjak 0,74% ke posisi 104,26, meningkat dari 103,49 di akhir pekan sebelumnya.
Faktor utama di balik penguatan dolar AS adalah kekhawatiran pasar global terkait ketegangan di Timur Tengah dan penurunan ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve.
Harapan terhadap pemangkasan suku bunga yang agresif pada pertemuan FOMC November kini menurun drastis.
Sebaliknya, probabilitas pemangkasan yang lebih kecil sebesar 25 basis poin melonjak dari 42% menjadi 95%, menunjukkan kekhawatiran investor terhadap kebijakan moneter ke depan.
BACA JUGA:OpenAI: Tidak Ada Peluncuran Model Orion di 2024
Selain itu, ketidakpastian politik di AS menjelang pemilihan presiden 2024 juga berkontribusi pada penguatan dolar.
Menurut ekonom dari Ciptadana Sekuritas Asia, Renno Prawira, hasil jajak pendapat menunjukkan persaingan ketat antara Wakil Presiden Kamala Harris dan mantan Presiden Donald Trump.
Situasi ini mengingatkan kita pada pemilihan presiden 2016, di mana kemenangan Trump mendorong penguatan signifikan pada dolar.
Dengan pemilu yang semakin dekat, investor akan terus memperhatikan dinamika politik yang dapat mempengaruhi nilai tukar di pasar global.