Urgensi Sosialisasi Vaksin Polio, Pakar Komunikasi Kesehatan Bilang Begini

Pakar Komunikasi Kesehatan Fisip Unair Dr Liestianingsih Dwi Dayanti.-foto: net-

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - SURABAYA - Indonesia digegerkan dengan tiga kasus Polio di Jawa Tengah dan Jatim. Hal tersebut menjadikan Indonesia masuk dalam status keadaan luar biasa (KLB) Polio. 

Hal ini menggerakkan pemerintah untuk menggencarkan vaksinasi SUB Pin Polio di dua daerah itu mulai Januari 2024. 

Pakar Komunikasi Kesehatan Fisip Unair Dr Liestianingsih Dwi Dayanti mengatakan berdasarkan data Kemenkes RI terbaru, 415 kabupaten/kota di 30 provinsi dalam risiko tinggi Polio karena rendahnya vaksinasi.

Menurutnya, pada 2014 Indonesia dinyatakan bebas dari kasus Polio. Namun, dalam satu dekade terakhir kasusnya meningkat. 

Lies mengatakan kemunculan kasus Polio tersebut disebabkan banyak hal. Misalnya rendahnya cakupan imunisasi, lingkungan yang tidak bersih, aktivitas keluar-masuk, dan gaya hidup tidak sehat. 

Inilah yang menyebabkan pemerintah harus cepat tanggap dalam mengatasi urgensi sosialisasi vaksinasi polio di Indonesia.

Baca Juga: Pengamat Nilai PP 52/2023 Pertanda Demokrasi sedang Sakit

“Pencegahan Polio melalui vaksinasi menjadi sangat penting karena cakupannya masih rendah,” ujar Lies. 

Pasalnya, penyakit Polio sangat berbahaya bagi anak karena menyebabkan kelumpuhan dan tidak ada obatnya. Penyakit Polio hanya bisa dicegah dengan imunisasi lengkap dan rutin.

Selain itu, bisa membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat seperti BAB di jamban yang sesuai standar, cuci tangan pakai sabun, serta menggunakan air matang untuk makan dan minum.

Upaya pemerintah untuk menyosialisasikan vaksin polio dinilai sudah cukup baik. Berkali-kali pemerintah menghimbau masyarakat untuk mencegah penularan virus polio dengan rutin melakukan imunisasi rutin bagi anak, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta membiasakan kebiasaan BAB di jamban. 

Akan tetapi, tidak semua masyarakat Indonesia mampu memahami urgensi vaksinasi polio dengan baik.

“Ada beberapa kelompok justru menolak semua vaksinasi termasuk vaksinasi polio karena bertentangan dengan nilai-nilai yang mereka yakini. Inilah tantangan dalam sosialisasi vaksinasi yang menjadi PR bagi pemerintah,” ujar Lies. 

Menurutnya, sosialisasi pencegahan polio tak cukup hanya mengandalkan pendekatan kesehatan, tetapi pendekatan budaya. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat seperti tokoh agama, tokoh adat, dan lain-lain. 

Tag
Share