Triple Seto
Septian Hario Seto foto di depan BYD yang mirip Alphard, di Shenzhen, Tiongkok.-Harian Disway-
"Ini sekaligus menguatkan posisi Kaltara sebagai kawasan industri hijau di Indonesia," ujar Seto.
Dua jam di Shanghai Seto naik mobil ke arah selatan: Ningbo. Sekitar 3 jam perjalanan. Di tengah jalan mampir rest area: Seto tidur. Yang lain makan siang.
Ningbo adalah kota terbesar kedua di provinsi Zhejiang. Sinar Mas pernah punya bank di kota ini: Bank Ningbo.
"Saya suka kota ini. Meskipun ini daerah industri, kotanya bersih dan penduduknya juga sangat ramah," ujar Seto.
Kalau terjadi perang besar antara Taiwan-Tiongkok, Ningbo berada di lingkaran satu wilayah perang.
Di Ningbo, Seto rapat dengan perusahaan ''wait and see'' lainnya: perusahaan tekstil.
Seto terkesan dengan calon investor ini. Pabrik tekstilnya terintegrasi secara vertikal.
"Mirip dengan Sriteks Solo yang kini lagi kesulitan besar itu?" tanya saya dalam hati. Tentu Seto tidak mendengar pertanyaan saya itu.
Saya tahu jawab Seto: tidak sama. Saking terintegrasinya perusahaan tekstil Ningbo ini sampai menyuplai kebutuhan pabrik-pabrik besar Amerika-Eropa seperti Nike, Adidas, Puma dan Uniqlo.
"Ia jadi seperti Foxconn-nya Apple," ujar Seto.
Kesan mendalam lainnya: chairman perusahaan itu sangat humble dan sederhana. "Kalau kita ketemu di jalan, kita tidak akan mengira kalau orang ini punya kekayaan sekitar Rp 102 triliun," ujar Seto. Angka itu ia dapat dari Forbes.
Seto bertemu langsung dengan sang chairman. Rapatnya dua jam. Satu jam lagi untuk meninjau pabrik.
Seto dapat cerita bahwa seluruh hidup sang chairman dihabiskan di pabrik. Sejak masih kecil. Pabrik itu didirikan oleh ayahnya.
Perusahaan ini juga memastikan investasi yang dulunya berstatus ''wait and see''. Mereka sudah melakukan pembicaraan tahap akhir dengan salah satu kawasan Industri di Jawa Barat. Ia perlu tanah sekitar 60 hektare.
Investasinya memang tidak sebesar yang pabrik kaca tapi daya serap tenaga kerjanya tinggi: 10.000 orang.