Hijrah Riba

Catatan Dahlan Iskan-foto :disway.id-

Saya menyesal tidak mampir ke pomigornya yang di Kubu Raya. Sudah keburu ke bandara. Lain kali saya akan melihatnya. Agar tahu apakah yang ia ceritakan benarkah adanya.

Sebenarnya Hendra tidak tahu siapa ayah ibunya. Sejak kecil ia diasuh kakeknya yang hidup sendiri –istrinya meninggal dunia. Umur enam tahun sang kakek meninggal. Hendra kecil jalan ke pelabuhan Pontianak. Ia naik kapal kayu. Ikut berlayar ke Sunda Kelapa, Jakarta.

Di Jakarta Hendra dipungut orang Depok. Tokoh Muhammadiyah setempat. Disekolahkan. Sampai dapat kesempatan pertukaran pelajar ke dua negara.

Baru belakangan, ketika Hendra mengajak anak-anaknya ke Taman Mini Indonesia Indah, ketemu seseorang di anjungan Kalbar. Saling kenalan. Ketika tahu Hendra lahir di Kalbar terjadilah dialog panjang. Ternyata orang itu paman Hendra sendiri.

Hendra pun memutuskan mencari ayahnya di Pontianak. Di Jalan Merak I Dalam. Ayah ibunya sudah tua tapi masih sehat. Hendra memutuskan pindah ke Pontianak. Anak Hendra kini sudah 16 orang. Yang tertua bekerja di Yamaha di Jepang.

Dari Pontianak Hendra mengendalikan sembilan usaha atas nama pemegang saham tunggal. Meski orang Pontianak tapi darahnya Bugis. Di Kalbar memang banyak orang Bugis. Istrinya juga Bugis --karena itu Hendra memulai usaha pertama di Makassar.

Hendra memutuskan tidak akan memiliki rumah, mobil, dan aset pribadi. Ia selalu sewa rumah. Sewa mobil. Ia mengaku ingin hidup sangat sederhana. Ia juga tidak ingin mewariskan apa pun ke anak-anaknya, kecuali ilmu pengetahuan.

Begitu mendarat di Surabaya, saya ajak Hendra ke rumah. Makan siang di rumah. Saya ingin mengenal lebih jauh orang ini. Setelah makan saya tawari Hendra tidur di rumah saya. Lalu akan saya ajak ke Magetan –meresmikan bangunan kampus dua Islamic International School keesokan harinya.

Tapi kedatangannya ke Surabaya sudah penuh agenda. Termasuk akan membicarakan konsep umrah Rp 12 juta itu dengan satu perusahaan umrah yang berpusat di Surabaya.

Saya akan cari lagi orang ini. Saya penasaran. "Rasanya konsep Anda ini too good to be true," kata saya kepadanya. Saya pun menyinggung soal umrah Rp 15 juta yang ternyata menyengsarakan begitu banyak orang itu. Sampai pemilik perusahaan umrahnya masuk penjara.

Hendra tahu semua itu. "Itu sih skema Ponzi," katanya. "Sedang ide saya ini jelas, baru bisa berangkat tujuh bulan kemudian," katanya.

Saya iri dengan orang seperti Hendra: bisa hijrah begitu entengnya.(Dahlan Iskan)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan