Rambut Identik

Catatan Dahlan Iskan-foto :disway.id-
"Antarkan saya bertemu Pak Marthinus Hukom," bisik Khusnul meraih telinga saya.
"Itu beliau ada di sana. Temui saja," jawab saya.
"Tidak berani," katanyi.
"Ayo, ikut saya."
Pak Marthinus bangkit dari sofa. Ia hentikan pembicaraan dengan tamu-tamu VIP. Ia rangkul Khusnul Khotimah. Ia dengarkan curhat itu. Puas. Khusnul sudah berhasil menyampaikan uneg-unegnyi.
Khusnul Khotimah (kanan), korban bom Bali berbincang dengan Dahlan Iskan dan Komjen Marthinus Hukom (Kepala BNN).--
Marthinus adalah jenderal polisi bintang tiga. Asli Ambon. Istrinya orang Jombang yang lahir di Jakarta. Kini Marthinus menjabat kepala Badan Narkotika Nasional, BNN.
"Sudah lama kita tidak jumpa ya Pak," ujar Marthinus.
"Iya Pak. Hampir 15 tahun," kata saya.
Waktu itu Marthinus masih sangat muda. Pangkatnya masih mayor. Ia menjadi tim antiteror yang sangat andal –di bawah komando Jenderal Gories Mere. Kami saat itu tergabung dalam satu misi ke Thailand. Ke ujung barat daya negeri itu. Ke dekat perbatasan Myanmar dan Laos. Daerah itu dikenal sebagai ''segitiga emas'' perdagangan obat bius.
Ibu Suri kerajaan Thai memang sedang mengadakan program besar deradikalisasi di wilayah itu. Tanaman opium diubah menjadi perkebunan makadamia.
Kami naik pesawat pribadi milik seseorang yang juga aktif di gerakan deradikalisasi. Pulangnya kami mampir mendarat di Batam dengan satu acara: makan martabak Har di Batam. Lalu bergegas balik ke Jakarta.
Beberapa tahun kemudian saya ke wilayah itu lagi. Sendirian. Pakai pesawat komersial secara estafet. Saya kaget: wilayah itu sudah menjadi kawasan wisata yang amat terkenal. Ramai. Indah. Cantik. Bergunung.
Hari itu saya punya dua tujuan: melihat hasil deradikalisasi di pedalaman Thailand dan bertemu tim sepak bola remaja yang terjebak banjir di dalam goa.
Anda masih ingat betapa dramatis usaha penyelamatan mereka. Saya pun senang: hari itu mereka sudah berlatih sepak bola lagi di lapangan desa.