Kemenkeu Buka Suara, Soal Transaksi Uang Elektronik dan Qris Kena PPN 12 Persen

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara terkait isu yang menyebutkan, transaksi uang elektronik bakal terkena PPN 12 Persen. Ilustrasi.-Foto: dok BRI-

JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara terkait isu yang menyebutkan transaksi uang elektronik bakal terkena pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti mengatakan, pengenaan pajak ke transaksi elektronik sudah sejak lama dilakukan.

Hal itu terjadi sebelum adanya peraturan PPN 12 persen.

“Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” kata Dwi Astuti, Sabtu (21/12).

Baca Juga: Datang ke Indonesia, Ryu Seung Ryong Sambut Antusias 2nd Miracle in Cell No. 7

Sekadar informasi, UU PPN telah diperbarui dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Merujuk UU HPP, layanan uang elektronik tidak termasuk objek yang dibebaskan dari PPN.

Artinya, ketika PPN naik menjadi 12 persen, maka tarif tersebut juga berlaku untuk transaksi uang elektronik.

Aturan terperinci mengenai pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik, atau layanan teknologi finansial (fintech) secara umum, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022. 

Layanan yang dikenakan PPN di antaranya uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.

Adapun, pemerintahan Prabowo Subianto berencana menetapkan tarif PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Jasa keuangan pada dasarnya merupakan salah satu sektor yang tidak dikenakan PPN. (jp)

Tag
Share