Dugaan Pungli Prona Oknum Kades Mencuat, Wabup Minta Penyelidikan
Dugaan Pungli Prona Oknum Kades Mencuat, Wabup Minta Penyelidikan--
LEBONG.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO- Dugaan Pungutan Liar (Pungli) dalam Program Operasi Nasional Agraria (Prona) di Desa Suka Sari, Kecamatan Lebong Selatan, mencuat setelah seorang warga mengungkapkan temuan tersebut kepada Wakil Bupati Lebong, Drs. Fahrurrozi, M.Pd.
Warga yang enggan disebutkan namanya tersebut mendatangi rumah dinas Wakil Bupati beberapa waktu lalu dan melaporkan adanya pungutan sebesar Rp400 ribu untuk pembuatan sertifikat tanah melalui program Prona.
Menurut informasi yang diterima, Desa Suka Sari mendapat kuota sekitar 150 sertifikat dalam program Prona. Namun, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dari tiga Menteri, yakni Menteri ATR/BPN, Mendagri, dan Menteri PDTT, biaya maksimal untuk pembuatan sertifikat Prona di wilayah tersebut seharusnya hanya Rp200 ribu.
"Satu sertifikat itu dipungut Rp400 ribu, padahal ketentuannya hanya Rp200 ribu," ujar salah seorang warga Desa Suka Sari yang terlibat dalam program tersebut.
BACA JUGA:Fakhrurrozi, Ketua PMI Lebong Secara Aklamasi
Warga tersebut menceritakan bahwa sebelum melapor kepada Wakil Bupati, ia sempat menanyakan kepada pihak Desa mengenai pungutan yang dianggap tidak sesuai tersebut.
Selain itu, ia juga mempertanyakan mengapa sertifikatnya belum dikeluarkan, sementara beberapa warga lainnya yang juga mengikuti program Prona sudah menerima sertifikat mereka.
"Namun, pihak Desa meminta saya untuk menunggu karena sertifikat saya masih diproses oleh BPN Lebong," tambahnya.
Pjs Kepala Desa Suka Sari, Marian Sori, mengakui adanya pungutan sebesar Rp400 ribu tersebut.
BACA JUGA:Pendamping Diminta Aktif Pantau Program Pembangunan Desa Tahap II
Menurutnya, pungutan itu dilakukan karena beberapa warga yang mengikuti program Prona tidak memiliki dasar legalitas untuk pembuatan sertifikat, seperti surat keterangan hibah atau jual beli. Untuk itu, diperlukan pengukuran ulang oleh perangkat desa.
Marian menjelaskan bahwa biaya tambahan tersebut digunakan untuk uang rokok bagi perangkat desa yang melakukan pengukuran, serta untuk biaya makan dan minum bagi anggota BPN Lebong yang terlibat dalam proses pengukuran.
"Saya mengatakan kepada warga yang membutuhkan pengukuran ulang untuk memberikan uang rokok kepada perangkat desa. Mungkin itu yang menyebabkan ada tambahan Rp200 ribu. Biaya lebih itu juga untuk makan minum anggota BPN Lebong," jelas Marian Sori.
Namun, Marian juga menegaskan bahwa tidak semua pembuatan sertifikat dikenakan biaya tambahan, dan ada beberapa yang digratiskan.