Restitusi Berduit
Catatan Dahlan Iskan Restitusi Berduit-foto :disway.id-
Istilah "silaturahmi" ia pakai untuk menerjemahkan kata "monitoring". Sedangkan "istikamah" untuk pengganti kata "terintegrasi dan konsisten".
Faktor monitoring itulah yang menurut Pak Pung paling lemah. Kelemahan itu bisa ditutupi dengan cara mewajibkan semua lembaga untuk menyerahkan dokumen ke kantor pajak.
Misalnya perbankan, pasar modal, asuransi, Kemenhum (pengesahan perusahaan), dan pemda sebagai penerbit perizinan usaha. "Pajak itu boleh menembus pagar rahasia bank," ujarnya.
Dengan cara seperti itu monitoring terhadap wajib pajak bisa dilakukan secara penuh. Datanya lengkap. Dari seluruh instansi.
Bukankah untuk menciptakan sistem "silaturahmi" seperti itu perlu dibangun sistem teknologi informasi yang sangat besar?
"Tidak juga. Dengan anggaran Rp 200 miliar cukup," ujar Pak Pung. Ia pernah membangun sistem seperti itu. Yakni ketika menjabat ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Sangat memudahkan memonitor instansi yang harus diperiksa," katanya.
Saya jadi ingat teman yang mengusulkan pembangunan sistem monitoring hoaks, termasuk judi online di Kemendigi. Harusnya cukup dengan anggaran Rp 200 miliar. Tapi perlu huruf T yang disetujui.
Dengan sistem yang terintegrasi itu maka orang tidak akan ketemu orang. Semua serba online. Tidak akan terjadi lagi negosiasi yang berujung korupsi.
Sistem informasi teknologi bisa membuat orang berakhlak mulia tanpa membaca kitab suci agama apa pun.
Pak Pung juga melihat hilangnya pemasukan pajak dari batu bara. Yakni sejak diberlakukannya Omnibus Law --istilah populer untuk UU Cipta Kerja.
Ketika Omnibus Law mulai berlaku pengusaha batu bara bisa mengajukan restitusi PPN. Nilainya triliunan. Perusahaan raksasa bisa dapat restitusi bertriliun-triliun. Padahal usahanya tinggal mengeruk saja kekayaan alam negara.
Itu karena batu bara tidak lagi termasuk barang kena pajak. Itu karena batu bara diekspor. Pak Pung memperkirakan negara kehilangan sekitar Rp 150 triliun akibat batu bara bukan lagi termasuk barang kena pajak.
Ingat: menaikkan rasio pajak bisa dapat Rp 250 triliun. Itu untuk setiap kenaikan satu persen. Dari batu bara dapat Rp 150 triliun. Untuk apa lagi harus menaikkan tarif PPN 12 persen bulan depan.
Menaikkan tarif pajak memang lebih mudah daripada meningkatkan rasio pajak. Menyasar orang kebanyakan lebih mudah dari memungut orang yang lebih berduit. Hikmah besarnya: berduitlah yang banyak.(Dahlan Iskan)