Harimau Lapar
Catatan Dahlan Iskan Harimau Lapar-foto :tangkapan layar-
Para juri adalah mantan juara marketing tahun-tahun sebelumnya. Bagi juri seperti saya, –pun lima orang lainnya– Didiek memang istimewa. Sebelum jadi dirut, Didiek adalah direktur keuangan di KAI. Sebelumnya lagi ia adalah orang perbankan. Itu mirip dengan perjalanan Jonan sendiri. ''Orang keuangan'' yang berhasil jadi dirut.
Maka sekali lagi terbukti ''orang keuangan'' juga bisa jadi dirut yang sukses. Kinerjanya bisa baik. Perusahaan maju.
Hanya di soal penampilan Didiek terasa masih seperti orang keuangan. Kalem. Tenang. Pidatonya datar. Cara berpakaiannya sederhana. Tidak seperti umumnya seorang CEO perusahaan besar yang ''terperosok'' menjadi public figur.
Acara tahunan MarkPlus di The Ritz-Carlton itu sudah berlangsung selama 17 tahun. Hermawan sendiri kini sudah berusia 77 tahun.
Ultahnya yang ke-77 bulan lalu ia rayakan di sebuah pesantren kecil di tengah perkebunan sawit di Malaysia. Yakni sekitar satu jam dari Kuala Lumpur.
Pesantren itu kecil sekali. Santrinya hanya 57 orang. Semua santri adalah anak pekerja ilegal dari Indonesia. Anak seperti itu tidak bisa sekolah di sana. Tidak diterima. Lalu di antara yang ilegal itu bikin lembaga pendidikan informal.
Hermawan tidur di pesantren itu. Seadanya. Ia ingin berbagi kebahagiaan dengan anak yang hidupnya sulit. Itulah gaya Hermawan berulang tahun. Selalu begitu.
Kapan itu ia memperingati ulang tahun dengan cara bermalam di dalam penjara.
Di usianya yang 77, di saat praktik marketing sudah berubah, Hermawan dan MarkPlus-nya masih tetap menjadi daya tarik: lebih 3000 orang marketing kumpul bersamanya kemarin. Sehari penuh.
Kumpul orang marketing sebanyak itu rasanya seperti kumpul harimau –yang semuanya lapar. (DAHLAN ISKAN)