Anwar Berkeley

catatan dahlan iskan anwar barkeley-foto :disway.id-

Di Hong Kong sang ayah bertemu gadis Korea yang pintar. Sang gadis bisa tujuh  bahasa: Korea, Inggris, Belanda, Kanton, Mandarin, Jepang, dan Prancis. Juga bahasa Indonesia.

Mereka pun kawin antar bangsa. Punya dua anak, yang bungsu diberi nama Djodji Anwar.

Dari Hong Kong sang ayah  dipindah ke Singapura. Ketika Adam Malik menjabat menteri luar negeri, Anwar Rawi ditawari jadi duta besar di Australia. Anwar menolak. Ia minta ditempatkan di Amerika --meski pun bukan sebagai dubes.

Ia mau biar pun hanya jadi staf biasa. Anwar Rawi ingin dua anaknya sekolah di Amerika. Akhirnya Adam Malik setuju: menugaskannya sebagai staf lokal di konsulat Indonesia di San Francisco. Saat itu usia Djodji Anwar 10 tahun.

 

Sang ayah memang sekampung dengan Adam Malik --terakhir menjabat wakil presiden Indonesia: dari Medan.

Prof Djodji Anwar terharu mengenang bapaknya: menolak jabatan jadi duta besar demi anaknya bisa sekolah di Amerika.

Sang ayah ingin anaknya kelak  kuliah di UC Berkeley. Alasannya: begitu banyak orang hebat Indonesia lulusan UC Berkeley: Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim... Mereka adalah tokoh-tokoh pembangun ekonomi Indonesia di awal orde baru. Mereka adalah teman-teman Adam Malik di kabinet awal Presiden Soeharto.

Ayah-ibunya itu kini sudah meninggal. Dimakamkan di Amerika. Mereka sempat melihat Djodji Anwar benar-benar diterima kuliah di UC Berkeley. Bahkan ikut hadir saat putra keduanya itu menjadi doktor engineering UC Berkeley.

Sang ayah juga masih melihat saat Djodji Anwar memberinya dua orang cucu --dari istri asal Filipina.

"Mengapa masih memegang paspor Indonesia?"

"Ini pesan ayah saya. Harus berjuang untuk Indonesia."

Pagi ini, WIB, giliran saya ke Oakland. Ke kampung halaman Kamala Harris. Lihat coblosan pilpres di sana.

Inilah pilpres Amerika yang paling tidak bisa ditebak siapa pemenangnya.(Dahlan Iskan) 

Tag
Share