Atau, usaha strategi recovery (?) untuk 84 perusahaan dengan nilai Rp 16,5 triliun.
Lalu mengambil langkah hukum (?) untuk 15 perusahaan dengan nilai Rp 6 triliun.
Anda sudah tahu: semua itu tidak mudah. Tidak sederhana. Tidak bisa cepat. Hasilnya pun tidak sebanyak nilai yang disebut. Tapi janji itu harus dibuat agar PNM bisa cair. Bahwa nanti tidak terlaksana toh PNM-nya sudah telanjur diterima.
Itu bedanya dengan swasta. Di swasta mereka akan bekerja keras dengan taruhan hidup-mati. Di perusahaan negara ada jalan yang lebih mudah: minta tambahan modal dari APBN.
Maka uang APBN yang harusnya untuk membangun dipakai berbisnis. Kelak, kalau sulit lagi, tinggal minta PNM lagi.
Tentu berbeda kalau yang minta PNM itu perusahaan negara yang ditugaskan membangun jalan tol. Seperti Hutama Karya. Kelak jalan tol itu bisa dijual.
Tapi perusahaan seperti Asabri juga diberi PNM Rp 3,6 triliun. Pembiayaan Nasional Madani diberi Rp 3 triliun. Pelni Rp 2,5 triliun, LEN Rp 2,5 triliun. Rajawali Nusantara Rp 1,6 triliun. DAMRI Rp 1 triliun. Perumnas Rp 1 triliun.
Bagi perusahaan seperti Pelni, LEN, Rajawali, DAMRI dan Perumnas tentu punya alasan tersendiri untuk minta PMN. Tapi di lima usaha itu swasta sudah bisa mengambil alih. Tidak ada perusahaan negara di bidang-bidang tersebut pun negara akan baik-baik saja. Bahkan pun bila tidak ada LPEI. Biarlah tugas itu diambil bank umum yang manajemennya sudah terbukti hebat, seperti Bank Mandiri.
Tapi, yah, terserah saja. Apalagi kalau DPR juga cepat-cepat menyetujui --bahkan kalau bisa sudah cair sebelum Oktober.(Dahlan Iskan)