Asgar Underground

Sabtu 08 Nov 2025 - 15:42 WIB

Oleh: Dahlan Iskan

"Jadi, beliau itu sudah tahu bagaimana cara membuat pertumbuhan ekonomi delapan persen," ujar Burhanuddin Abdullah, salah satu tokoh perumus ekonomi tim Prabowo.

Prabowo, katanya, adalah satu-satunya presiden yang menyiapkan diri sejak lama untuk menjadi presiden. Itu dalam pengertian yang sebenarnya. Terutama dalam hal apa yang harus diperbuat seandainya bisa jadi presiden sebuah negara bernama Indonesia.

Sudah sangat lama saya tidak bertemu dengan Burhanuddin Abdullah. Dalam komunikasi lewat WA saya selalu memanggilnya Prof –singkatan profesor. Sudah lama pula saya ingin bertemu langsung. Selalu waktunya tidak cocok. Baru Rabu pagi lalu keinginan itu kesampaian.

Setelah duduk di ruang kerjanya, yang pertama ia ucapkan membuat saya kagok. "Saya harus klarifikasi dulu. Agar Pak Dahlan tidak jadi sumber hoax," katanya.

BACA JUGA:Cium Kaki

Ada apa gerangan. "Saya itu bukan profesor," katanya lirih. Lalu Burhanuddin mengisahkan riwayat mengapa banyak orang memanggilnya profesor.

"Orang pertama yang memanggil saya profesor itu Idrus Marham di DPR. Mungkin karena melihat kok anak buah saya profesor semua. Dikira atasannya pasti profesor," katanya.

Yang lebih ''parah'' saat ada acara besar dengan (waktu itu capres) Prabowo Subianto. Di podium sang capres menyebut gelar Burhanuddin panjang sekali: profesor, doktor, insinyur Burhanuddin Abdullah. "Mati aku. Tidak bisa klarifikasi," guraunya. "Doktor pun saya ini hanya HC," katanya.

Bahwa ia seorang insinyur itu benar. Insinyur pertanian. Alumnus Universitas Padjajaran, Bandung. Pernah bekerja di Unilever. Lalu masuk Bank Indonesia –yang lagi mencari analis bidang pertanian.

Di zaman itu Presiden Soeharto sedang menggalakkan Bimas Inmas –kok saya lupa singkatan apa itu ya. Yang jelas dengan Bimas dan Inmas peningkatan produksi padi mencapai sukses besar. Bahaya kelaparan saat itu pun teratasi.

Dua tahun di BI, Burhanuddin dapat tugas belajar ke Michigan, Amerika Serikat. Di sana ia lebih mendalami masalah pertanian.

Pulang dari Amerika ia kembali ke BI. Lalu ikut tes untuk bekerja di IMF –untuk penugasan di kantor pusatnya di Washington DC. Ia lulus tes di tingkat Indonesia. Lalu lulus lagi di tingkat Asia. Lima tahun Burhanuddin di IMF.

Sewaktu bekerja di BI, Burhanuddin rajin menulis artikel untuk media masa. Tulisan pertamanya dimuat di Harian Sinar Harapan. Ia masih ingat judulnya: Kredit di Masa Panen. Ia mengkritisi kebijakan pemerintah: mengapa memberi kredit di musim tanam. Akibatnya di masa panen harga jual gabah merosot. Petani tidak berdaya.

"Harusnya memberi kredit tani itu di masa panen. Agar petani kuat menahan hasil panennya yang lagi jatuh," ujarnya. Petani bisa tunggu jual gabah saat harga sudah naik. Selisih harga itu bisa untuk biaya tanam dan mengembalikan kredit.

Kategori :

Terkait

Senin 10 Nov 2025 - 20:38 WIB

Pasien Prabowo

Minggu 09 Nov 2025 - 19:14 WIB

Meritokrasi Ponorogo

Sabtu 08 Nov 2025 - 15:42 WIB

Asgar Underground

Jumat 07 Nov 2025 - 17:22 WIB

Cium Kaki