Mendadak Syria

Kamis 25 Sep 2025 - 21:24 WIB

Gus Najih adalah alumnus Suriah. Najih Arromadoni. Empat tahun kuliah di Syria. Hampir lulus. Gara-gara meletus perang ia pulang. Ambil ijazah di UIN Sunan Ampel, Surabaya. Kini Gus Najih, asal Brebes, sudah doktor –dosen di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Belakangan ia mondar-mandir ke Damaskus. Ia sekretaris alumni Timur Tengah.

Mendengar ajakan saya, Janet lantas sibuk dengan HP-nya. Saya sibuk ngobrol bisnis dengan suami.

"Anda sebagai orang Indonesia memang bisa urus VOA di Damaskus. Kami sebagai orang Tiongkok harus punya visa," ujarnyi sambil menunjuk ke layar HP.

Saya jadi ragu dengan informasi yang saya terima. Saya pun hubungi Gus Najih. Ingin kepastian. Gus Najih hubungi kedutaan Indonesia di Damaskus. Cepat sekali dapat jawaban: orang Tiongkok pun bisa urus visa di bandara Damaskus.

Untuk meyakinkan saya Gus Najih sampai mengirimkan teks panjang. Isinya soal ketentuan baru visa. Dalam huruf dan bahasa Arab.

"Janet, ini Gus Najih sudah jawab. Anda tidak perlu bawa visa," kata saya. "Nih, baca sendiri peraturan barunya," kata saya sambil menyodorkan teks berhuruf Arab itu.

"Hahaha... Bagaimana saya bisa baca ini," katanyi terpingkal. "Ok, saya percaya saja," katanyi.

Saya tahu banyak penerbangan dari Hong Kong arah Doha. Kami pun pilih Qatar Airways. Masih ada waktu sembilan jam lagi. Gus Najih saya minta berangkat dari Jakarta. Bertemu di Doha. Ia agak kesulitan cari tiket mendadak. Tapi dapat. Dua kali lipat lebih mahal daripada harga pulangnya.

Kami mendarat lebih dulu di Doha. Punya waktu empat jam menunggu penerbangan ke Damaskus. Saya lihat layar lebar berisi jadwal penerbangan: yang ke Damaskus belum ditentukan akan lewat gate berapa. 

Empat jam di bandara Doha tidak akan terasa. Bandara ini besar sekali. Megah. Indah. Ada hutan mininya di dalamnya.

Saya ingin mandi dulu.

"Kamar mandi penuh," jawab petugas. "Bisa tunggu?" katanyi ramah.

"Kira-kira berapa lama?"

"Satu jam," jawabnyi.

Saya pun kembali ke kursi. Pesan makanan. Tidak ada prasmanan di lounge ini. Yang ada: daftar menu. Pelayan akan mengambilkan apa yang kita pesan. Seperti di restoran besar.

Saya pun tengok kanan-kiri: cari colokan listrik. Tidak ketemu. Inilah kelemahan kedua bandara ini: tidak ada colokan listrik di kursi-kursi mewahnya. Untuk zaman sekarang, colokan listrik tipe USB lebih penting dari kemewahan kursinya.

Kategori :

Terkait

Senin 29 Sep 2025 - 22:11 WIB

Setengah Dibuka

Minggu 28 Sep 2025 - 19:54 WIB

Tegangan Tinggi

Sabtu 27 Sep 2025 - 20:07 WIB

Dua Dolar

Jumat 26 Sep 2025 - 19:56 WIB

Orang Penting

Kamis 25 Sep 2025 - 21:24 WIB

Mendadak Syria