Pendidikan dalam Cinta dan Pengorbanan

Kamis 05 Jun 2025 - 20:57 WIB

Ketika Ismail menginjak usia remaja, Ibrahim mendapat perintah lewat mimpi untuk menyembelih anaknya:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي ٱلْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama dia, Ibrahim berkata: ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'”(QS. As-Saffat: 102)

Sebagai orang tua, tentu sangat berat menerima perintah seperti itu. Namun Ibrahim menunjukkan bahwa cinta dan pengorbanan kepada Allah lebih besar dari cinta kepada anak.

Di sinilah letak puncak pendidikan cinta dan pengorbanan — ketika seseorang rela mengorbankan apa yang paling dicintainya demi ketaatan kepada Sang Pencipta.

Cinta dan pengorbanan adalah ujian sejati dari keimanan. Ketulusan Ibrahim `alaihis salam tak hanya diuji oleh perasaan, tetapi dibuktikan dengan tindakan nyata. Dan Allah, dengan kasih sayang-Nya, menggantikan pengorbanan itu dengan seekor domba. Inilah awal disyariatkannya ibadah kurban yang kita kenal hari ini dalam Idul Adha — wujud cinta dan pengorbanan umat Islam di seluruh dunia.

Cinta dan pengorbanan tidak cukup hanya diucapkan. Ia menuntut bukti. Ia bukan sekadar kata-kata manis, seperti “aku cinta kamu” atau “aku rela mati untukmu” sebagaimana kerap diucapkan oleh para remaja.

Cinta dan pengorbanan sejati terlihat pada seorang ayah yang bekerja keras demi keluarganya, seorang ibu yang mengandung dan melahirkan dengan penuh perjuangan, seorang anak yang bersungguh-sungguh menuntut ilmu, seorang pemimpin yang berjuang demi keadilan, dan seorang muslim yang menjaga ibadahnya dengan sungguh-sungguh.

Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail adalah pelajaran spiritual dan sosial — bahwa cinta dan pengorbanan yang tulus akan menghasilkan kebaikan abadi.

Bahkan, cinta dan pengorbanan yang ditujukan kepada Allah akan dibalas dengan pahala yang tiada henti.

Kini, dalam semangat Idul Adha, jutaan kaum muslimin menunjukkan cinta dan pengorbanan mereka kepada Allah melalui ibadah kurban, berbagi kepada yang membutuhkan, dan memperkuat tali ukhuwah.

Inilah esensi dari pendidikan dalam cinta dan pengorbanan yang diwariskan oleh keluarga Ibrahim `alaihimassalam.

Cinta dan pengorbanan adalah nilai universal yang melampaui waktu. Ia adalah bahasa kasih sayang yang menghidupkan jiwa, menguatkan hubungan antar manusia, dan menjadi dasar keberhasilan pendidikan.

Tanpa cinta dan pengorbanan, hubungan orang tua dan anak menjadi hampa, pendidikan menjadi kering, dan kehidupan menjadi kehilangan arah.

Oleh karena itu, mari kita jadikan cinta dan pengorbanan sebagai nilai dasar dalam mendidik, membangun keluarga, dan beribadah. Dengan cinta dan pengorbanan, kita mampu melahirkan generasi yang tak hanya cerdas, tapi juga saleh, tangguh, dan berhati mulia.

Cinta dan pengorbanan adalah ruh dari setiap amal yang bernilai. Tanpa cinta dan pengorbanan, ibadah kehilangan keikhlasan, dan amal menjadi hampa makna.

Kategori :