Lebih lanjut, Ibnu Taimiyah memberikan pandangan mencicipi makanan dimakruhkan apabila tidak ada hajat. Apabila ada hajat atau keperluan, maka hukumnya serupa dengan berkumur-kumur saat berpuasa atau diperbolehkan.
Hukum Mencicipi Makanan Saat Puasa Menurut Sejumlah Mazhab
Selanjutnya ada hukum mencicipi makanan saat puasa yang didasarkan dari sejumlah mazhab. Melalui penjelasan ini dapat menjadi pertimbangan bagi setiap muslim agar lebih memperhatikan lagi perkara tersebut. Dihimpun dari buku ‘Tanya Jawab Seputar Fikih Wanita Empat Mazhab’ karya A R Shohibul Ulum, bahwa terdapat pendapat dari empat mazhab yang menerangkan perkara mencicipi makanan saat puasa. Berikut uraian singkatnya.
1. Mazhab Hanafi
Pandangan pertama berasal dari mazhab Hanafi yang memakruhkan mencicipi makanan bagi orang berpuasa apabila sampai ke dalam perutnya. Ini berlaku bagi puasa wajib maupun sunnah.
Kemudian menurut mazhab Hanafi, saat keadaan darurat seseorang boleh mencicipi makanan sekadar untuk mengetahui garamnya. Salah satu yang disoroti adalah seorang perempuan yang memasak.
2. Mazhab Maliki
Selanjutnya, orang yang sedang berpuasa dan mencicipi makanan dianggap makruh dalam mazhab Maliki. Saat mencicipinya, orang tersebut harus meludahkannya kembali agar tidak sampai masuk ke dalam kerongkongan.
Apabila makanan masuk ke dalam kerongkongan tanpa disengaja, maka wajib mengqadha puasanya. Sebaliknya, saat makanan sengaja dimasukkan hingga ke dalam kerongkongan, maka orang tersebut wajib mengqadha dan membayar kafarat puasa Ramadhan di kemudian hari.
3. Mazhab Syafi’i
Kemudian ada pandangan dari mazhab Syafi’i yang turut memakruhkan mencicipi makanan saat puasa tanpa adanya hajat atau keperluan. Diumpamakan seorang tukang roti dan sebagainya, maka mencicipi makanan tidaklah makruh.
4. Mazhab Hanabi
Serupa dengan mazhab sebelumnya, melalui mazhab Hanabi juga dimakruhkan mencicipi makanan tanpa adanya suatu keperluan yang mendesak. Sebaliknya, apabila sangat diperlukan, maka hukumnya tidak makruh.
Salah satu pandangan yang menjadi acuan bagi mazhab Hanabi berasal dari Ibnu ‘Uqail. Dikatakan bahwa:
“Makruh tanpa suatu keperluan tertentu, tetapi tidak mengapa karena alasan keperluan. Jika mencicipi makanan, lalu makanan tersebut sampai ke tenggorokan, puasanya batal. Jika makanan tidak sampai ke tenggorokan, tidak membatalkannya.”
Demikian tadi penjelasan mengenai mencicipi makanan saat puasa membuat batal atau tidak lengkap dengan hukumnya yang diambil dari sudut pandang berbagai mazhab. (net)