Bukit Wangbuliao

Jumat 17 Jan 2025 - 23:16 WIB

Teguh harus cari uang. Kakak-kakaknya tetap sekolah. Adik-adiknya masih kecil. Ayahnya, pedagang kacang rebus di Mojosari, Mojokerto.

Bedanya, kacang rebus itu dikeringkan. Di mana ada pertunjukan wayang kulit pedagang ambil kacang dari sang ayah.

Keluarga kacang rebus ini menyewa rumah di belakang kelenteng Mojosari. Ayahnya ingin cepat punya modal memperbesar usaha.

Sang ayah menggadaikan semua perabot rumah. Uangnya untuk beli kupon nalo. Ia beli kupon nomor tunggal: 10. Tidak diecer ke nomor-nomor lain. Ia mantap dengan nomor itu.

Nalo yang keluar: nomor tiga.

Semua jaminan disita. Ludes. Tidak punya apa-apa lagi. Pun meja kursi. Lemari. Satu-satunya yang tidak disita: kasur yang sudah tidak bisa diangkat karena akan robek semua.

Keluarga Teguh jatuh miskin semiskin-miskinnya.

"Sebenarnya ibu saya lebih bisa dagang. Tapi ayah saya keras. Mama harus hanya di rumah untuk jaga anak-anak," ujar Teguh. "Mama adalah ibu yang tunduk pada suami," tambahnya.

 

Sejak itu sang ayah tidak mau bekerja apa pun. Anaknya sembilan orang. Teguh iba melihat mamanya. Ia berhenti sekolah. Jadi kernet truk yang angkut dagangan hasil bumi.

 

Dari angkutan hasil bumi ini Teguh dapat uang dan ilmu baru: ada tanaman yang bisa dibuat cincau.

 

Ia belajar merebus daun cincau untuk bahan minuman segar. Ia beli sendiri daun itu, ia rebus bersama ibunya, jadilah cincau warna hitam itu. Lalu beli es batu. Jadilah minuman cincau. Ia jualan itu.

 

Dari cincau Teguh mencari pekerjaan yang lebih baik: dagang gabah. Hasilnya lebih banyak. Ia bisa mulai beli sepeda motor. Kian maju. Gabah yang dibeli kian banyak. Ia perlu truk.

Kategori :

Terkait

Jumat 17 Jan 2025 - 23:16 WIB

Bukit Wangbuliao

Kamis 16 Jan 2025 - 23:15 WIB

Uang Mati

Rabu 15 Jan 2025 - 23:28 WIB

PIK2 Brigit

Selasa 14 Jan 2025 - 23:05 WIB

LA

Senin 13 Jan 2025 - 23:04 WIB

Hari Koplo