Oleh: Dahlan Iskan
MANAJEMEN PT Antam kurang tidur hari-hari ini: seharusnya. Dalam 12 hari ini PT Antam harus memutuskan: mau damai atau tetap tidak mau bayar utangnya.
Anda sudah tahu: Budi Said, pengusaha real estate Surabaya membeli emas Antam sebanyak 6 ton. Selama tahun 2018. Budi merasa Antam kurang kirim 152 kg. Senilai Rp 1,1 triliun.
Mereka beperkara. Putusan pengadilan sudah final: angka itu jadi utang PT Antam yang harus dibayar ke Budi. Antam tidak mau membayar. Bahkan merasa kelebihan kirim 152 kg (lihat Disway kemarin).
Budi Said mengajukan PKPU ke Pengadilan Niaga Jakarta. Pekan lalu. Sekitar 12 hari lagi pengadilan harus memutuskan: homologasi (damai) atau PT Antam dinyatakan masuk proses PKPU.
Tentu PT Antam punya pengacara. Perkara PKPU sangat rumit untuk ditangani sendiri oleh direksi BUMN itu. Melelahkan. Dikejar-kejar waktu.
Bagian hukum sebuah perusahaan tidak pernah disiapkan untuk menghadapi perkara PKPU. Perusahaan yang menghadapi masalah seperti Antam harus menunjuk pengacara khusus: yang berpengalaman menangani PKPU.
Antam sudah mengangkat pengacara khusus itu: Fernandes Raja Saor dari Riki & Fernandes Partnership Law Firm. Saya belum kenal pengacara lulusan UI untuk S-1 dan S-2 hukumnya ini.
Saya dengar Fernandes sukses menangani perkara PKPU yang dihadapi PT Waskita Karya. Fernandes bisa membuat penggugatnya menarik gugatan.
Sukses itu pula yang menjadi pertimbangan PT Antam memilihnya di perkara melawan Budi Said sekarang ini. Kantor pengacara ini baru didirikan tahun 2014 tapi sudah punya kantor di Singapura. Riki Susanto SH adalah partnernya.
Mungkin saja. Tergantung sikap direksi PT Antam. Tentu harus ada negosiasi. Itu menyangkut sejumlah pengeluaran. Besar. Belum tentu direksi mau dan bisa. Pun belum tentu Budi mau menerimanya.
Bisa juga Budi mencabut gugatan lewat tekanan dan ancaman. Itu pun kalau bisa. Kalau Budi tidak punya backing. Atau backing itu kalah kuat.
Kalau perkara PKPU ini tidak bisa dicabut pilihan tinggal dua: damai (homologasi) atau masuk proses pailit. Semua harus diputuskan dalam 12 hari ini.
Biar pun sudah punya pengacara direksi Antam harus tetap intens terlibat. Dalam perkara PKPU direksi tidak bisa ngotot ''pokoknya kita tidak salah''. Atau ''yang jahat itu mereka''. Atau ''hakim masuk angin''.
Saya tahu dirut Antam yang sekarang adalah orang hebat. Khususnya di bidang manajemen. Juga di bidang pertambangan. Ia puluhan tahun memimpin perusahaan asing bidang pertambangan. Lurus. Tidak mau pakai jalan yang di luar hukum dan peraturan.
Namanya: Nicolas Kanter. Dipanggil Nico.
Nicolas menjabat dirut Antam sejak 2022. Setelah kasus penjualan emas 6 ton ini ramai jadi masalah.
Sikap kepemimpinannya khas eksekutif perusahaan asing: tidak ada kompromi. Lurus. Nico lebih 10 tahun jadi pimpinan puncak perusahaan nikel Vale. Sebelum itu pun ia sudah jadi komisaris independen Vale.
Sebelumnya lagi Nico juga di perusahaan asing: BP/Arco Indonesia. Sejak dari bawah. Sejak lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1983).
Di BP-pun ia sudah malang melintang di semua departemen: hukum, pembelian, keuangan, personalia, sampai hubungan antar lembaga. Bahkan pernah ditempatkan di Hong Kong untuk lingkup yang lebih internasional.
Tapi Nico belum pernah berpengalaman menghadapi PKPU. Kali ini pilihannya tidak banyak. Termasuk dalam menghadapi masalah hukum dengan peradilan khas Indonesia.
Tentu saya pengin bertemu Fernandes –untuk mengetahui success story-nya menangani PKPU Waskita Karya.
Kalau sampai Fernandes tidak bisa membuat Budi Said mencabut perkaranya, maka pilihan tinggal dua: homologasi dan proses pailit.
Sayang, besok hari Minggu. Ada muktamar perusuh Disway pula. Maka bagaimana kalau dua kemungkinan itu dibahas di edisi Senin saja. (Dahlan Iskan)