Lalu soal peristiwa pendudukan gedung parlemen tanggal 6 Januari 2020. Trump dihabisi. Tapi bukan Trump kalau tidak menyerang balik. Yang diserang Nancy Pelosi, ketua DPR kala itu. Bukan Kamala tapi separtai dengan Kamala.
Pun ketika moderator bertanya apakah Trump tetap bersikap sebagai pemenang sebenarnya di Pilpres 2020.
Trump juga menghindar menjawab langsung pertanyaan moderator: "apakah ada yang Anda sesali dari peristiwa 6 Januari?".
Ia pilih jawaban yang muter-muter. Lalu moderator menyela: pertanyaan kami simple, "Apakah ada yang Anda sesali dari peristiwa 6 Januari".
Trump tetap muter.
Pun soal hasil Pilpres 2020. Ia kembali muter-muter. Sampai akhirnya moderator mengulang inti pertanyaan: apakah ia mengaku kalah.
Trump tetap muter-muter. Intinya: Trump tetap bersikukuh ia yang memenangi Pilpres empat tahun lalu.
Trump kembali mendasarkan pendapatnya pada hasil perolehan suaranya: lebih besar dari Pilpres 2016. Bagaimana bisa dinyatakan kalah.
Trump hanya sekali menjawab dengan jawaban pendek. Yakni atas pertanyaan soal bagaimana pendapatnya bahwa Kamala adalah capres kulit hitam.
"I do not care about it,"Kamala dapat angin segar. Dia pojokkan Trump dengan fakta bahwa ia pernah membangun apartemen dengan ketentuan orang kulit hitam tidak boleh membeli.
Debat ini terlalu serius. Tidak ada selingan humornya sama sekali.
Seserius Prabowo Subianto masih bisa berjoget gemoy. Juga melahirkan istilah omon-omon. Pun celetukan viral "Mas Aniiiiiies....Mas Anies".
Ketika Trump menyerang Presiden Joe Biden berkepanjangan sebenarnya Kamala bisa menanggapinya dengan humor saja. Misalnya: "Yang you hadapi ini Kamala. Bukan Biden". Tapi Kamala pilih jawaban serius.
"Dia lebih buruk daripada Biden," ujar Trump.
"Ia tidak memenuhi syarat jadi presiden," ujar Kamala.
Ketika Kamala menyebut banyak pejabat penting di masa Trump kini mendukung dirinyi, Trump dengan enteng meremehkan mereka.